Jumat, 04 April 2014

Miskomunikasi : Puisi menjadi media politisi

Biar kubuka dengan puisiku :
 
Mulai bertengkar
pertikaian dua pendekar
yang satu kerempeng yang lain kekar
Belang masing-masing kelihatan melar
alih-alih populer malah jadi bahan kelakar


Itulah sekedar interpretasi admin yang sangat awam dengan puisi terhadap yang berkembang di eskalasi menjelang pileg dan pilpres 2014 . Biarlah puisi-puisi para politisi terekam, sekaligus agar kelak bisa menjadi saksi layaknya sebuah prasasti bahwa para pengamat benar mereka sedang berseteru, walau sebenarnya admin mengharapkan kedamaian abadi.

“Airmata Buaya”
Kau bicara kejujuran sambil berdusta
Kau bicara kesederhanaan sambil shopping di Singapura
Kau bicara nasionalisme sambil jual aset negara
Kau bicara kedamaian sambil memupuk dendam
Kau bicara antikorupsi sambil menjarah setiap celah
Kau bicara persatuan sambil memecah belah
Kau bicara demokrasi ternyata untuk kepentingan pribadi
Kau bicara kemiskinan di tengah harta bergelimpangan
Kau bicara nasib rakyat sambil pura-pura menderita
Kau bicara pengkhianatan sambil berbuat yang sama
Kau bicara seolah dari hati sambil menitikkan air mata
Air mata buaya
Fadli Zon, 26 Maret 2014
(http://newindonesiaonline.wordpress.com/2014/03/31/puisi-fadli-pdip-dan-air-mata-buaya/)

"Sajak Seekor Ikan"
Seekor ikan di akuarium Kubeli dari tetangga sebelah
Warnanya merah Kerempeng dan lincah
Setiap hari berenang menari
Menyusuri taman air yang asri
Menggoda dari balik kaca
Menarik perhatian siapa saja
Seekor ikan di akuarium
Melompat ke sungai bergumul di air deras
Terbawa ke laut lepas
Di sana ia bertemu ikan hiu, paus dan gurita
Menjadi santapan ringan penguasa samudera
Fadli Zon, 29 Maret 2014.  

 (https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=1465619979244880382#editor/target=post;postID=9140629676692820753)

 ><><><><><><><><><<<<>><><<><><><><<>><><><><><><><><><><><><><><>><><><



 PEMIMPIN TANPA KUDA

Masa kompeni telah berlalu lama
Tak ada jarak rakyat dan centeng
Masa perang telah berganti damai
Tak ada jarak prajurit dan panglima

Masa gagah-gagahan telah tak laku
Tak ada jarak manusia dan manusia

Kejantanan telah berubah
Tak ada amarah dipunggung kuda

Bung Karno blusuk Cipagalo beralas nestapa
Temukan Marhaen tanpa asa

Pemimpin tak perlu kuda
Rakyat tak suka gaya
Cukup Tuhan Punya Kuasa

Fahmi Habcyi, Cianjur 30 Maret 2014



"REMPONG"

Seribu caci maki diungkap
Seribu sumpah serapah diucap
Sejuta cara membara
Sejuta siasat menjerat

Tapi. . . .

Sejuta doa melesat
Sejuta asa terangkat

Ini bukan perang pandawa dan kurawa
Juga bukan dunia samudera
Hanya 'perang kembangan' dalam pewayangan

Tak ada gurita juga paus hanya anak negeri mengabdi
Berikan cinta untuk negeri
Berikan bukti untuk sanubari

Sejarah tak mungkin dipungkiri
Sejarah juga tak akan lupa
Jejak diri terbawa mati
Jejak ilahi selalu abadi

Nyepi teringat Krisna berucap pada Arjuna : "Karmane Fardikaraste Mapelsyu Kadatyana" Lakukan tugas jangan hitung

untung rugi!

Bukankah kitab-Nya tertulis : Mereka berencana (jahat), Allah juga punya rencana (jahat), dan Allah sebaik-baiknya

perencana. . . .

Gitu aja kok rempong (repot) . .!

(http://nasional.inilah.com/read/detail/2087881/pdip-kick-balik-gerindra/10840/puisi-rempong#.Uz62eKL_yT4)  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar